"Lima-belas orang tewas dan 95 orang yang cedera, beberapa dalam keadaan serius, dirawat di rumah-rumah sakit Tripoli," kata juru bicara kementerian itu, memperbarui angka sebelumnya, tanpa penjelasan terinci mengenai korban, lapor AFP.
Ia tidak bisa memberikan keterangan tentang mereka yang tewas dalam demonstrasi atau yang terbunuh dalam serangan yang terjadi kemudian di markas milisi.
"Keadaannya masih sangat membingungkan," katanya.
Korban mulai berjatuhan ketika orang-orang bersenjata di dalam markas milisi Misrata melepaskan tembakan ke arah ratusan demonstran yang membawa bendera putih.
Penembakan itu mendapat tanggapan keras dimana orang-orang bersenjata menyerbu sejumlah vila yang ditempati milisi dan membakarnya.
Pemerintah baru Libya hingga kini masih berusaha mengatasi banyaknya individu bersenjata dan milisi yang memperoleh kekuatan selama konflik bersenjata yang menggulingkan Muamar Gaddafi.
Pemberontak yang menggulingkan Gaddafi dielu-elukan sebagai pahlawan karena mengakhiri kekuasaannya yang telah berlangsung selama lebih dari empat dasawarsa.
Namun, banyak dari mereka menolak tuntutan pemerintah untuk menyerahkan senjata atau bergabung dengan pasukan keamanan nasional, yang menimbulkan ancaman bagi stabilitas.
Pada Oktober, sebuah kelompok milisi menculik singkat Perdana Menteri Ali Zeidan dari hotelnya di Tripoli.
Serangkaian serangan mematikan di Tripoli dan Libya timur, khususnya Benghazi, selama beberapa waktu terakhir menandai berkembangnya keadaan tanpa hukum di negara itu setelah penggulingan Gaddafi.
Benghazi, tempat lahirnya pemberontakan anti-pemerintah yang menggulingkan rejim Muamar Gaddafi, dilanda pemboman dan serangan-serangan terhadap aparat keamanan dan juga konvoi serta organisasi internasional dan beberapa misi Barat.
Pihak berwenang menyalahkan kelompok garis keras atas kekerasan itu.
Militan yang terkait dengan Al Qaida menyerang Konsulat AS di Benghazi yang menewaskan Duta Besar AS untuk Libya, Chris Stevens, dan tiga warga lain Amerika pada 11 September 2012.
Penerjemah: Memet Suratmadi
View the original article here
0 komentar:
Posting Komentar