Ini kan kebijakan populis, karena mau pemilu, jadi yang dikorbankan industri.Jakarta (ANTARA News) - Rencana pemerintah mengurangi subsidi listrik bagi industri besar dinilai sebagai kebijakan populis yang sarat kepentingan pemilu 2014.
"Ini kan kebijakan populis, karena mau pemilu, jadi yang dikorbankan industri," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi dijumpai di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Jumat (24/1).
Menurut Sofjan kebijakan pengurangan subsidi listrik industri yang berujung pada meningkatnya tarif listrik bagi industri itu bertolak belakangan dengan upaya pemerintah mendorong berkembangnya iklim investasi di Indonesia.
"Akibatnya perusahaan industri yang sudah 'go public' menjadi sulit. Bahkan saya dengar ada yang menyatakan mau menjadi perusahaan swasta lagi (agar tidak dibebani kenaikan listrik)," ujar dia.
Menurut Sofjan seharusnya kenaikan listrik diberlakukan bagi masyarakat, sehingga industri yang saat ini menjadi salah satu sektor penopang perekonomian tidak terbebani seorang diri.
"Masyarakat itu untuk beli rokok saja bisa sebulan menyisihkan Rp75.000. Kalau listriknya naik Rp5.000 saja tidak ada masalah, dari pada membebani industri," kata dia.
Kedatangan Sofjan ke Kemenperin sendiri untuk mengadukan keluh kesah kalangan industri kepada Menteri Perindustrian MS Hidayat.
Pemerintah tahun ini bakal mengurangi subsidi listrik yang selama ini dinikmati 432 pelanggan industri dengan total nilai Rp7,9 triliun.
Data PLN menyebutkan, ke-432 pelanggan industri yang dikurangi subsidinya tersebut terdiri dari golongan I3 yang sudah tercatat di bursa saham atau berstatus terbuka (Tbk) sebanyak 371 dan 61 perusahaan lainnya merupakan golongan I4.
Golongan I3 adalah pelanggan industri yang memakai listrik bertegangan menengah dengan daya di atas 200 kVA.
Sementara golongan I4 merupakan pelanggan industri yang memakai jaringan bertegangan tinggi dengan daya di atas 30.000 kVA.
Pemerintah mengklaim rencana kenaikan tarif listrik untuk industri skala besar pada 2014 tidak akan terlalu berdampak pada perekonomian nasional.
View the original article here
0 komentar:
Posting Komentar