Google Plus Punya Fitur Olah Foto


KOMPAS.com - Google menambahkan fitur aplikasi olah foto populer Snapseed ke situs jejaring sosial Google Plus. Dengan menggunakan fitur ini, pengguna Google Plus dapat langsung melakukan editing foto dari situs tersebut.

Belum semua pengguna dapat menikmati fitur editing tersebut. Google memberikan update fitur Snapseed ini secara bertahap ke pengguna Google Plus.

Jika Anda sudah mendapatkannya, seperti dikutip dari The Next Web, Jumat, (13/9/2013), akan muncul menu baru, Edit, setiap kali membuka foto di Google Plus.

Tidak semua fitur Snapseed versi mobile yang dapat digunakan di Google Plus. Fitur-fitur yang dapat dinikmati oleh pengguna, antara lain auto enhance dan juga beberapa filter terpilih. Pengguna juga dapat menggunakan fungsi crop dan rotate.

Semua fungsi tersebut dapat digunakan melalui peramban Chrome. Apabila pengguna menggunakan peramban selain Chrome, fungsi yang bisa digunakan hanya crop dan rotate.

Aplikasi Snapseed versi mobile saat ini hadir untuk perangkat berbasis iOS dan Android, baik itu ponsel pintar maupun tablet. Aplikasi tersebut tersedia secara gratis.





Penulis: Deliusno
Editor: Reza Wahyudi

 

READMORE
 

Arkeolog Singkap Stegodon dan Kerbau Purba di Sangiran


Wednesday, 11 Sep 2013 | 16:45 WIB

KOMPAS.com "Kami menemukan Steggy," kata Ruly Fauzi menyebut temuan fosil kepala gajah purba atau Stegodon trigonochepalus pada kedalaman hampir lima meter di Situs Warisan Dunia, Sangiran, Jawa Tengah. Steggy diduga pernah hidup di kawasan ini sekitar 700.000 hingga 800.000 tahun silam.

Pada akhir Agustus hingga awal September 2013, Pusat Arkeologi Nasional menyelisik singkapan tebing di Desa Grogolan Wetan, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Mereka umumnya para arkeolog muda yang bergelora menyingkap teka-teki kehidupan prasejarah di kawasan yang dikenal sebagai "pusat evolusi manusia dunia".

Tahun ini, mereka berhasil menemukan fosil kepala Steggy, si gajah purba, beberapa artefak berburu tinggalan Homo erectus. Di bagian lain, mereka menemukan fosil kerbau purba atau Bubalus palaeokerabau dengan rentang ujung-ujung tanduknya sekitar satu meter lebih.

Dinding kotak gali itu memunculkan lapisan-lapisan endapan nan indahibarat potongan kue tar cokelat nan lezatyang berkisah tentang proses pembentukan cekungan purba Sangiran. Ruly yang sore itu bertopi rimba dan berkaus lengan panjang warna abu-abu merupakan salah satu ahli arkeologi dalam tim tersebut. Di dasar kotak galinya, dia menunjukkan sebongkah fosil kepala Steggy dengan posisi terbalik sehingga tersingkap gigi geligi rahang atasnya.

Di sekitar Steggy terdapat fosil-fosil lain yang tampaknya masih ada kaitannya dengan gajah purba itu. "Ini diduga bagian tulang kaki depan Steggy," seru Ruly.

"Kalau ini fraktur femur," ujarnya sambil menunjuk sebongkah fosil yang sudah melapuk, "bagian tulang bonggol paha".

Menurut Ruly, lapisan arkeologi tempat bersemayamnya Steggy belum sempurna pengendapannya. "Ini tampaknya langsung terkubur deras oleh pasir sehingga endapannya belum keras," paparnya. "Makanya, kami menggali secara hati-hati dengan kuas di bagian ini, siapa tahu mendapatkan cetakan kaki."

Kemudian, dia memperlihatkan artefak bola-bola batu yang terserak di dekat fosil kepala Steggy. Bisa jadi bola-bola batu itu milik Homo erectus yang digunakannya untuk keperluan berburu. "Pangkasan-pangkasan ini menunjukkan salah satu proses sebelum batu ini menjadi bola batu," ujar Ruly sambil menunjuk bola batu dalam genggamannya.

"Seperti ini jelas dipangkas," ujarnya sambil menunjukkan bekas-bekas pangkasan. "Tetapi, teknologi pangkasan tadi masih sangat sederhana untuk mendapatkan serpih dengan cepat."

Leluhur gajah modern ini pernah hidup di Asia sekitar lima juta sampai sepuluh ribu tahun silam. Temuan tim arkeologi menunjukkan bahwa gigi geligi Steggy bermahkota rendah karena dipengaruhi oleh habitat dan jenis makanannya. Bentuk gigi tersebut sesuai untuk mengunyah daun-daun lembut, bukan untuk melumat rerumputan kering atau biji-bijian.

Sekitar dua juta tahun silam, Sangiran merupakan laut dalam. Kawasan ini mulai menjadi daratan 900.000 tahun yang lalu. Stegodon bermigrasi dari daratan Asia ke kawasan Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, hingga Nusa Tenggara Timur tatkala daerah-daerah itu masih dihubungkan oleh daratan.

Truman Simanjuntak, seorang profesor riset bidang arkeologi prasejarah dan ketua penelitian tersebut, mempunyai pemikiran untuk mengembangkan lokasi temuan.

Dia berpandangan jauh ke depan. Menurutnya, situs ini tak hanya untuk kepentingan penelitian, tetapi juga bermanfaat bagi masyarakat. "Kalau boleh saya sarankan, lokasi ini jangan ditutup kembali," ujarnya. "Ini satu-satunya contoh yang baru kita punya di Indonesia yang siap ditunjukkan ke publik."

Truman mempunyai ide untuk mengembangkan lokasi ini sebagai museum yang mengabadikan lapisan-lapisan proses pembentukan Sangiran dan konteks temuan di dalam kotak penggalian. Masyarakat juga dapat mengetahui cara bekerja ahli arkeologi. "Belum pernah orang melihat seperti ini," ujar Truman. "Temuan di tebing-tebing yang terlihat natural."

Kawasan ini merupakan harta yang tak ternilai lantaran lapisan di bawahnya sangat potensial mengandung fosil-fosil penting, bahkan fosil manusia. Oleh karena itu, Truman berharap perlu segera mengupayakan lapisan-lapisan tebing itu tetap lestari dan tidak longsor karena erosi air hujan. Selain itu, ia pun berharap dapat mencetak temuan untuk pembuatan replika dan mengamankan temuan aslinya ke Museum Sangiran.

Harapannya, ilmu arkeologi dapat lebih berperan kepada masyarakat dengan memberikan gambaran dan pemahaman tentang asal-usul lingkungan Sangiran.

Kelak, masyarakat sekitar dapat turut menyaksikan Steggy dan lingkungannya 800.000 tahun silam dengan cara pandang seorang ahli arkeologi. "Itu akan sangat menarik," ungkap Truman. "Itu mungkin terlalu ideal, tetapi bagi saya tidak ada yang terlalu ideal."

Lalu, bagaimanakah sejatinya nasib Steggy? Apakah Steggy malang itu tewas karena diburu Homo erectus dengan senjata bola-bola batunya? Untuk saat ini, para ahli arkeologi tersebut tak ingin berspekulasi. Pastinya, hal ini telah menjadi pertanyaan besar dalam penelitian ini.
(Mahandis Y. Thamrin/National Geographic Indonesia)

Editor: Yunanto Wiji Utomo

 

READMORE
 

Habis "Ditelan" Bulan, Venus Tampil Malam Ini Bersama Saturnus

Monday, 09 Sep 2013 | 15:28 WIB

KOMPAS.com Malam ini, Venus akan kembali muncul di ufuk barat. Planet kedua terdekat dari Matahari itu akan tampil bersama dua benda langit lain, Bulan dan Saturnus.

Munculnya Venus malam ini menarik sebab tanpa bisa dilihat oleh pengamat di Indonesia, Venus sebenarnya baru saja "ditelan" oleh Bulan pada Senin (9/9/2013) sekitar pukul 04.30 WIB dini hari selama satu jam.

Ditelannya Venus oleh Bulan disebut dengan peristiwa okultasi. Okultasi sebenarnya sama dengan gerhana, tetapi dipakai untuk benda langit secara umum, tak cuma Matahari, Bulan, dan Bumi.

Dalam peristiwa okultasi yang menelan Venus, Bumi, Bulan, dan Venus terletak di satu garis lurus. Bulan yang saat ini sedang dalam fase bulan sabit berada di antara Bumi dan Venus sehingga menutup planet yang kaya karbon dioksida itu.

Okultasi kali ini hanya bisa dilihat di sebagian kecil wilayah Bumi, Argentina dan Cile. Wilayah lain tak bisa melihatnya.

Di Indonesia, okultasi Venus pernah terjadi pada tahun 2010. Saat itu, okultasi Venus oleh Bulan teramati dari wilayah Bangka Belitung. Fenomena yang sama baru akan bisa dilihat lagi dari Indonesia pada tahun 2052.

Meski tak bisa melihat okultasinya, malam ini dan Minggu malam kemarin, pengamat Indonesia bisa melihat peristiwa konjungsi atau kedekatan antara Venus dan Bulan.

Mulai senja nanti, Venus akan terbit bersama Bulan. Keduanya tampak sangat dekat dan terang. Venus tampil dengan magnitudo -3,58 berdasarkan simulasi aplikasi astronomi Stellarium. Artinya, planet itu bisa dilihat dengan mata telanjang.

Bulan sabit dan Venus juga akan ditemani oleh planet bercincin di Tata Surya, Saturnus. Planet itu akan tampil dengan magnitudo 0,89, bisa dilihat walaupun akan tampak redup.

Bulan, Venus, dan Saturnus bisa diamati bila langit cerah. Waktu pengamatan ketiga benda langit itu takkan lama. Sekitar pukul 21.00 WIB, ketiganya sudah akan tenggelam. Waktu paling tepat untuk mengamati adalah setelah Matahari benar-benar tenggelam.

Meski Bulan dan Venus malam ini tampak dekat, jarak keduanya pada kenyataannya tetap jauh. Bulan berada pada 380.812 km dari Bumi, sementara Venus 159,9 juta km dari Bumi.

Bulan, Venus, dan Saturnus adalah benda langit yang terus menarik perhatian. Bulan baru-baru ini menjadi target penelitian wahana antariksa LADEE milik Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA). NASA akan menguak misteri atmosfer Bulan.

Venus juga terus membuat ilmuwan tercengang. Salah satu fakta menarik tentang Venus adalah adanya gunung berapi aktif serupa Krakatau dan Merapi di planet itu.

Saturnus menarik perhatian sejak lama karena cincin esnya. Baru-baru ini, terungkap bahwa atmosfer Saturnus memiliki air. Bulan Saturnus, Rhea, juga diduga bisa mendukung kehidupan. Misteri Saturnus terus diselidiki oleh wahana antariksa Cassini.

Penulis: Yunanto Wiji Utomo
Editor: Yunanto Wiji Utomo

 

READMORE
 

Benarkah Kerangka Ini Milik Vampir dari Bulgaria?


Monday, 09 Sep 2013 | 19:06 WIB

KOMPAS.com Arkeolog menemukan kerangka pria berusia antara 35 - 40 di wilayah selatan kota Sozopol, Bulgaria, tepatnya di situs Perperikon yang ada di timur Bulgaria. Kerangka ditemukan oleh arkeolog bernama Nikolai Ovcharov. Pada bagian dada kerangka, terdapat batang lanjam.

Kerangka ini merupakan kerangka kedua yang ditemukan dengan kondisi tertancap lanjam.Tahun lalu, Ovcharov menemukan kerangka berusia 700 tahun di sebuah gereja di wilayah Black Sea, Sozopol, Bulgaria.

Ovcharov menyebut dua temuannya sebagai "vampir kembar Sozopol". Namun, benarkah bahwa kerangka yang ditemukannya adalah kerangka vampir yang berhasil dicegah untuk tidak bangkit?

Di masa lalu, manusia memang percaya pada keberadaan vampir. Kepercayaan terhadap vampir terus bertahan bahkan hingga agama Katolik dan Kristen dipeluk oleh masyarakat Eropa. Masyarakat dahulu percaya bahwa vampir menyebabkan wabah dan malapetaka.

Sebagai wujud dari kepercayaan itu, masyarakat di Bulgaria punya tradisi dalam mengubur mayat. Mereka berupaya mencegah agar orang yang baru saja dikuburkan tidak bangkit menjadi vampir, gentayangan memicu malapetaka.

Ada beragam cara pencegahan, salah satunya adalah dengan menancapkan lanjam di bagian dada mayat. Kerangka yang ditemukan bukan merupakan vampir, tetapi bukti kepercayaan pada adanya vampir itu.

Ovcharov menuturkan, ia telah menemukan beberapa kerangka "vampir". Umumnya, masyarakat menancapkan lanjam pada kaki atau tangan mayat. Lanjam yang ditancapkan pada bagian dada, tepat pada jantung, baru ditemukan pada dua penemuan terakhir di Sozopol.

"Lanjam itu punya berat sekitar 2 pound (0,9 kg) dan ditancapkan pada mayat untuk menghancurkan tulang bahu. Anda bisa melihat bahwa tulang selangka kerangka itu benar-benar keluar," kata Ovcharov seperti dikutip Daily Mail, Jumat (6/9/2013).

Kepercayaan pada adanya vampir di Eropa masa lalu dipicu oleh adanya wabah antara tahun 1300 hingga 1700.

Hal yang turut memicu kepercayaan pada adanya vampir adalah adanya mayat-mayat yang ketika kuburnya dibuka diketahui mengeluarkan darah, memiliki rambut yang masih tumbuh, serta kain kafan pembungkusnya tampak habis dimakan. Gigi mayat tampak jelas.

Apakah ada vampir atau tidak? Jika hanya berdasarkan keyakinan masyarakat Eropa masa lalu, jawabannya tentu saja tidak. Fenomena wabah tak berhubungan sama sekali dengan vampir. Demikian juga soal mayat yang mengeluarkan darah. Hal itu hanya ketidaktahuan masyarakat saat itu tentang proses pembusukan mayat.

Penulis: Yunanto Wiji Utomo
Editor: Yunanto Wiji Utomo

 

READMORE
 

Satwa di Kebun Binatang Tidak Sejahtera


Wednesday, 11 Sep 2013 | 19:23 WIB

KOMPAS.com Peran kebun binatang dalam konservasi dan edukasi dipertanyakan seiring munculnya berbagai kasus salah urus hingga kematian hewan dalam beberapa tahun terakhir.

Akhir Agustus lalu, dua ekor singa Afrika dan seekor harimau Sumatera mati di Kebun Binatang Taman Rimba Jambi. Kematian tiga ekor binatang ini diduga disebabkan daging yang terkontaminasi racun.

Tak lama berselang, Melani, seekor harimau Sumatera koleksi Kebun Binatang Surabaya, juga diusulkan untuk disuntik mati karena kondisinya belum membaik akibat konsumsi daging berformalin selama bertahun-tahun.

Nasib malang hewan-hewan di kebun binatang ini menurut Direktur ProFauna Indonesia Rosek Nursahid bukan cerita baru.

Sejak survei dilakukan pada tahun 2000 lalu, ProFauna menemukan hampir 90 persen satwa di kebun binatang di Indonesia hidup di bawah standar kesejahteraan hewan.

Hingga tahun 2013 ini, dia menilai tidak ada perubahan berarti.

"Ada lima ukuran kebebasan satwa, yaitu bebas dari rasa lapar dan haus, bebas dari rasa takut, bebas dari sakit, luka dan penyakit, serta bebas mengekspresikan perilaku normal dan bebas dari rasa stres," ujar Rosek, kepada Wartawan BBC, Christine Franciska.

"Dalam beberapa kasus di Surabaya, Bandung, dan Jakarta tidak ada perubahan signifikan untuk meningkatkan kesejahteraan satwa."

Kurangnya perhatian terhadap satwa diakui oleh Tonny Sumampow yang saat ini menjabat Sekretaris Perhimpunan Kebun Binatang se-Indonesia (PKBSI).

Dalam pemantauan PKBSI, sebanyak 40 persen dari 46 kebun binatang di Indonesia masih berada di bawah standar yang ditetapkan.

Ini menunjukkan gagalnya sebagian besar kebun binatang di Indonesia dalam peran konservasi dan edukasi bagi masyarakat.

"Tiap pengunjung yang datang, paling tidak diharapkan untuk pulang membawa pengetahuan mengenai satwa dan habitat mereka. Tetapi kebanyakan, kebun binatang hanya dijadikan taman hiburan saja."

"Datang untuk piknik, tidak memperhatikan satwa, diperhatikan pun tidak mendalam. Peran kebun binatang sebagai pusat edukasi tidak berhasil," kata Tonny yang juga mengelola Taman Safari Indonesia di Cisarua, Bogor.

Masih utamakan kuantitas

Menurut Rosek, tugas menyejahterakan satwa di kebun binatang tak tercapai karena berbagai hal. Salah satunya adalah kecenderungan untuk mengutamakan kuantitas satwa.

Pengelola, lanjutnya, menganggap jumlah satwa yang semakin banyak akan berdampak positif bagi jumlah pengunjung yang datang.

"Harusnya ada pembatasan jumlah hewan dan peningkatan kualitas, bahkan kalau perlu buat spesialisasi."

Rosek menyerukan agar pemerintah menetapkan moratorium pembangunan kebun binatang baru karena menurutnya saat ini pemerintah daerah melirik pembukaan kebun binatang sebagai sumber pemasukan baru.

Sementara itu, menurut Tonny Sumampouw, masalah pendanaan dan kurangnya sumber daya yang kompeten juga membuat penanganan satwa kurang sesuai.

Kementerian Kehutanan yang punya wewenang mengatur lalu lintas koleksi satwa liar di Indonesia, menurut Tonny, telah melakukan kerja sama dengan PKBSI, LIPI, dan berbagai lembaga untuk membuat akreditasi lembaga konservasi.

Tujuannya agar pengelola mengerti betul standar kebun binatang yang ideal.

"Kami juga melakukan pelatihan rutin tentang konservasi dan perawatan satwa agar SDM di kebun binatang memiliki keahlian," kata Tonny.

Jadi prioritas

Tudingan pengelola kebun binatang melalaikan satwa peliharaannya dibantah Humas Kebun Binatang Ragunan, Wahyudi Bambang.

Dalam kasus Ragunan, menurut Wahyudi, pengelola menempatkan peran konservasi dan edukasi pada urutan paling atas dan fungsi rekreasi di tempat paling akhir untuk memastikan hewan terpelihara baik.

"Perawatan satwa terjadwal, dibersihkan kandangnya, diberi makan secara rutin, dan penjaga satwa selalu memperhatikan perilaku mereka. Jika ada perubahan perilaku, mereka langsung berkonsultasi dengan dokter hewan," katanya.

Kesulitan yang dialami para penjaga kebun binatang, menurutnya, terletak pada upaya memberi pengertian pengunjung untuk tidak memberi makan binatang.

"Kita sudah menghalangi, memberi papan peringatan. Tetapi beberapa masih melakukan. Padahal makanan manusia itu bisa mengganggu pola makan hewan."

Wahyudi juga membantah kebun binatang bermasalah dengan urusan dana.

Ragunan, menurut Wahyudi, memperoleh subsidi pemerintah, ditambah pendapatan dari penjualan tiket pengunjung yang jumlahnya ditentukan targetnya per hari.

Harga tiket kebun binatang terbesar kedua Asia ini dipatok Rp 4.500 untuk pengunjung dewasa.

Editor: Yunanto Wiji Utomo

 

READMORE
 

Terbukti, Ada Kehidupan di Bawah Lapisan Tebal Es Antartika


Wednesday, 11 Sep 2013 | 22:22 WIB

KOMPAS.com Ilmuwan berhasil menemukan adanya kehidupan di lumpur yang terletak di bawah lapisan es Antartika.

Tim ilmuwan dari Bristish Antartic Survey dan institusi lainnya melakukan pengeboran menembus lapisan es Antartika, meneliti sedimen sebuah danau di bawah lapisan es bernama Danau Hodgson.

Saat ini, danau itu hanya ditutup oleh lapisan es setebal 3-4 meter. Namun, dahulu danau tertutup lapisan es setebal 500 meter. Sedimen yang diteliti berasal dari masa saat danau tertutup es tebal.

"Ini adalah kali pertama danau subglasial diteliti," kata David Pearce dari University of Northumbria, pimpinan studi ini.

Dalam jurnal Diversity, Pearce melaporkan bahwa ia telah berhasil menumbuhkan 20 kultur mikroba yang diambil dari sedimen. Hal itu menunjukkan adanya mikroba yang bisa hidup di suhu ekstrem dingin, yang hidup di Danau Hodgson sekarang.

Ilmuwan juga menemukan fragmen DNA dari mikroba yang telah beradaptasi dengan lingkungan ekstrem selama jutaan tahun.

Temuan adanya makhluk hidup di Danau Hodgson punya nilai penting, membuktikan bahwa dalam lingkungan gelap, dingin ekstrem, dan minim nutrisi, masih ada makhluk hidup yang bisa bertahan.

Temuan juga punya nilai penting untuk pemahaman kehidupan di luar angkasa. Bulan Jupiter, Europa, yang terdiri atas es, mungkin saja memiliki kehidupan.

"Yang mengejutkan justru adalah bila kita mengetahui bahwa lingkungan ini memang steril dari kehidupan," ungkap Pearce seperti dikutip Livescience, Selasa (10/9/2013).

Ilmuwan mengungkap, seperempat dari urutan genetik yang ditemukan di wilayah itu belum pernah dikenal sebelumnya. Hal itu menunjukkan, ada banyak makhluk hidup baru yang juga belum pernah dikenal sebelumnya.

Sebelumnya, ilmuwan telah mengungkap adanya kehidupan di Danau Whillans yang tertutup es setebal 800 meter.

Ilmuwan lain asal Rusia tengah menganalisis data hasil pengeboran di Danau Vostok, danau di Antartika yang terkubur 3 kilometer di bawah lapisan es dan belum tersentuh sejak 14 juta tahun lalu.

Penulis: Yunanto Wiji Utomo
Editor: Yunanto Wiji Utomo

 

READMORE
 

Pameran Sains Anak Terbesar di Indonesia Akan Digelar Minggu Depan


Thursday, 12 Sep 2013 | 16:37 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com Pameran sains anak terbesar akan digelar di Jakarta akhir minggu depan, 20-22 September 2013.

Bernama Kalbe Junior Science Fair (KJSF), pameran itu terselenggara berkat kerja sama PT Kalbe Farma dan PT Pembangunan Jaya Ancol. Pameran akan diadakan di Econvention Ancol.

"Pameran ini bertujuan untuk menyediakan wadah bagi anak-anak untuk belajar sains sekaligus bermain," kata Widjanarko Loka Djaja, Direktur Sales and Marketing Kalbe Farma sekaligus Ketua KJSF, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (12/9/2013).

"Lewat pameran ini, kami ingin membangun ketertarikan anak-anak pada sains sehingga di masa depan Indonesia punya concern pada sains," imbuh Winarto, Direktur Rekreasi PT Pembangunan Jaya Ancol.

KJSF kali ini merupakan yang ketiga kalinya. Setelah tahun lalu mengambil tema dunia antariksa, tahun ini KJSF mengambil tema maritim.

Dalam KJSF, pengunjung bisa menyaksikan berbagai wahana dari Pusat pengembangan Iptek Taman Mini Indonesia Indah dan lainnya, serta karya anak-anak dalam bidang sains.

Salah satu wahana unggulan adalah Kalbe City. Mengusung konsep dunia bawah laut, Kalbe City memberi kesempatan bagi anak-anak belajar sains kesehatan yang menjadi inti bisnis Kalbe Farma.

Untuk mengunjungi pameran ini, pengunjung tak dipungut biaya. Pameran akan berlangsung dari pukul 9.00-18.00 WIB.

Kegiatan KJSF sebenarnya telah dimulai sejak April lalu lewat program Kalbe Junior Scientist Award yang memberi kesempatan bagi anak-anak untuk unjuk inovasi dalam bidang sains.

Sebanyak 655 yang dikirim oleh anak-anak dari 19 provinsi telah masuk. Kini terpilih 9 karya terbaik untuk dipamerkan.

Pada kesempatan KJSF nanti, pengunjung bisa melihat inovasi anak-anak tersebut. Pengunjung bisa memilih satu inovasi yang dianggap paling baik untuk menjadi pemenang inovasi terfavorit pengunjung.

Bagian lain dari KJSF adalah Kalbe Junior Science Competition yang menantang anak-anak untuk berkompetisi dalam bidang petualangan sains, matematika, robotika, dan komputer.

Pendaftaran mengikuti kompetisi itu masih dibuka. Ditargetkan, kompetisi mampu menjaring 3.000 peserta. Kompetisi akan diadakan bersamaan dengan saat pameran.

KJSF sendiri ditargetkan mampu menjaring 75.000 pengunjung. Pameran ini menjadi pameran sains terbesar di Indonesia.

Penulis: Yunanto Wiji Utomo
Editor: Yunanto Wiji Utomo

 

READMORE